Senin, 23 Desember 2019

LIMA HUKUM TINGKAH LAKU MANUSIA



AL AHKAM AL KHAMSAH

Disebut juga hukum taklifi ada lima macam kaidah atau lima kategori penilaian mengenai benda dan tingkah laku manusia dalam Islam:
◦Wajib
◦Sunnat
◦Haram
◦Makruh
◦Mubah

WAJIB
Wajib adalah suatu perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti, yang diberi ganjaran dengan pahala bagi orang yang melakukannya dan diancam dosa bagi orang yang meninggalkannya karena bertentangan dengan kehendak yang menuntut.
Wajib dapat dibagi dari beberapa segi ,dan diantaranya adalah dari segi pelaksana atau pihak yang dituntut. Dari segi pihak yang dituntut melaksanakan kewajiban, wajib terbagi dua, yaitu :
a.   Wajib ‘Aini (kewajiban secara pribadi) : sesuatu yang dituntut oleh syar’i (pembuat hukum) untuk melaksankannya dari setiap pribadi dari pribadi mukallaf (subjek hukum).kewajiban itu harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin dilakukan oleh orang lain atau karena perbuatan orang lain:
Contoh :1. Shalat 5 Waktu, setiap pribadi atau masing – masing pribadi mukallaf di haruskan melaksanakan ibadah shalat sendiri dengan arti lain tidak mungkin untuk mewakilkannya kepada orang lain, oleh sebab itulah shalat 5 waktu merupakan salah satu perbuatan yang diwajibkan.
b.   Wajib Kafa’i/ Kifayah (kewajiban bersifat kelompok) : sesuatu yang dituntut oleh pembuat hukum melakukannya dari sejumlah mukallaf dan tidak dari setiap pribadi mukallaf. Hal ini bebrarti bila sebagian atau beberapa orang mukallaf telah tampil melaksanakan kewajiban itu dan telah terlaksana apa yang dituntut, maka lepaslah orang lain dari tuntutan itu. Tetapi bila tidak seorangpun melaksanakannya hingga apa yang dituntut itu terlantar, maka berdosa semuanya.
Contoh : 2. Shalat Jenazah, yang mana dalam pelaksanaan shalat jenazah ini tidak semua mukallaf diwajibkan untuk melaksanakannya melainkan diperbolehkan hanya sebagian dari sekumpulan mukallaf. Akan tetapi bila tidak seorangpun melaksanakannya atau mengabaikannya maka semuanya akan mendapat dosa.
SUNNAH
Sunnah adalah sesuatu yang dituntut untuk memperbuatnya secara hukum syar’i tanpa adanya celaan atau dosa terhadap orang yang meninggalkan secara mutlak. Sedang dalam arti dalil hukum mempunyai arti yang sama dengan ini, yaitu sesuatu yang berasal dari Nabi baik dalam bentuk ucapan, perbuatan atau pengakuan.
Sunnah dapat dibagi dari beberapa segi, diantaranya adalah dari segi selalu dan tidaknya Nabi melakukan perbuatan sunnah. Sunnah ini terbagi dua, yaitu :
a.     Sunnah Muakkadah : yaitu perbuatan yang selalu dilakukan oleh Nabi disamping ada keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu.
Contoh : 1. Shalat Witir, sunnah dalam bentuk ini, karena kuatnya, sebagian ulama’ menyatakan bahwa orang yang meninggalkannya dicela, tetapi tidak berdosa, karena orang yang meninggalkannya secara sengaja berarti menyalahi sunnah yang biasa dilakukan oleh Nabi.
b.  Sunnah Ghairu Muakkad : yaitu perbuatan yang pernah dilakukan oleh Nabi, tetapi Nabi tidak melazimkan dirinya untuk berbuat demikian.
Contoh :2.  Memberi Sedekah Kepada Orang Miskin, dalam hal ini kita dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak akan berdosa bila tidak melakukannya. Dalam perbuatan seperti ini digunakan kata : nafal, mustahab, ihsan, dan tathawwu’.
HARAM
Ialah suatu perbuatan yang apabila dilakukan akan mendapat siksa atau dosa, dan sebaliknya apabila ditinggalkannya maka akan mendapat ganjaran atau pahala. Prinsipnya, dalam penetapan hukum haram bagi yang dilarang adalah karena adanya sifat memberi mudharat (merusak) dalam perbuatan yang dilarang itu. Allah tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali terdapat unsur perusak menurut biasanya. Haram menurut pengertian ini terbagi dua :
a.   Haram Dzati : yaitu sesuatu yang disengaja oleh Allah mengharamkannya karena terdapatunsur perusak yang langsung mengenai dharuriyat yang lima (lima unsur pokok dalam kehidupan manusia muslim).
Contoh :
– Haramnya membunuh karena langsung mengenai jiwa (nyawa)
b. Haram ‘Ardhi / Ghairu Dzati : yaitu haram yang larangannya bukan karena zatnya, artinya tidak langsung mengenai satu diantara dharuriyat yang lima itu, tapi secara tidak langsung akan mengenai hal-hal yang bersifat dzati tersebut.
Contoh
– melihat aurat perempuan yang akan dapat membawa kepada zina
MAKRUH
Secara bahasa karahah adalah sesuatu yang tidak disenangi atau sesuatu yang dijauhi, sedang dalam istilah ialah sesuatu yang diberi pahala orang yang meninggalkannya dan tidak diberi dosa orang yang melakukannya.
Contoh : Main kartu (seperti domino) bukan untuk tujuan judi. Dari segi main kartu saja hukumnya hanya makruh   karena dapat mengganggu ketenangan beribadah. Tetapi bila dilakukan berketerusan sampai meninggalkan perbuatan wajib, maka hukumnya menjadi haram.
MUBAH
Dalam istilah hukum, mubah adalah sesuatu yang diberi kemungkinan oleh pembuat hukum untuk memilih antara memperbuat dan meninggalkan. Ia boleh melakukan atau tidak. Sehubungan dengan pengertian tersebut, Al Syathibi membagi mubah menjadi beberapa macam, diantaranya adalah :
a.    Mubah yang Mengikuti Suruhan Untuk Berbuat : mubah dalam bentuk ini disebut mubah dalam bentuk bagian, tetapi dituntut berbuat secara keseluruhan.
contoh :1.  Makan dan Kawin, mubah dalam bentuk ini tidak boleh ditinggalkan secara menyeluruh, karena merupakan kebutuhan atau kepentingan pokok manusia.
b.   Mubah yang Mengikuti Tuntutan Untuk Meninggalkan : mubah dalam bentuk ini disebut : “mubah secara juz’i tetapi dilarang secara keseluruhan”.
Contoh :2.  Bermain, perbuatan ini dalam waktu tertentu hukumnya mubah, tetapi bila dilakukan sepanjang waktu, hukumnya menjadi haram.

KAIDAH HUKUM ISLAM


PENGERTIAN KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM

Kata kaidah berasal dari bahasa Arab qa’idah ( القاعدة ). Oleh karena itu,  kaidah-kaidah dalam bahasa Arab ialah qawa’id. Kaidah-kaidah hukum islam merupakan terjemahan dari istilah bahasa Arab (  القواعد الفقهية ).Qawa’id dalam bahasa arab sehari-hari berarti fondasi atau landasan bangunan. Kata qawa’id sperti ini dijumpai dalam al-qur’an surat al-baqoroh ayat 127 yang berbunyi:
Artinya : Dan ingatlah ketika Ibrahim mendirikan (membina) dasar-dasar Baitullah beserta Isma’il.

       Dalam perumusan hukum islam, kita mengenal dua macam kaidah yaitu kaidah fiqhiyah, dan kaidah ushuliyah. Kaidah fiqhiyah merupakan Dasar-dasar yang bertalian dengan hukum syar'i yang bersifat mencakup (sebahagian besar bahagian-bahagiannya) dalam bentuk teks-teks perundang-undangan yang ringkas (singkat padat) yang mengandung penetapan hukum-hukum yang umum pada peristiwa-peristiwa yang dapat dimasukkan pada permasalahannya.

       Kaidah Fiqhiyah sebagaimana tersebut berfungsi untuk memudahkan para mujtahid atau para fuqoha yang ingin mengistinbathkan hukum yang bersesuaian dengan tujuan syara’ dan kemaslahatan manusia. Oleh karena itulah maka sangat tepat apabila pembahasan tentang Kaidah Fiqhiyah ataupun Kaidah Hukum termasuk dalam pembahasan Filsafat Hukum Islam, sebab Filsafat Hukum Islam adalah sebuah metode berpikir untuk menetapkan hukum Islam dan sekaligus mencari jawaban ada apa yang terkandung dibalik hukum Islam itu sendiri.

       Sedangkan kaidah ushuliyah adalah Dalil syara’ yang bersifat menyeluruh, universal, dan global (kulli dan mujmal). Jika objek bahasan ushul fiqih antara lain adalah qaidah penggalian hukum dari sumbernya, dengan demikian yang dimaksud dengan qaidah ushuliyyah adalah sejumlah peraturan untuk menggali hukum. Qaidah ushuliyyah itu umumnya berkaitan dengan ketentuan dalalah lafaz atau kebahasaan. Sumber hukum adalah wahyu yang berupa bahasa, sementara qaidah ushuliyyah itu berkaitan dengan bahasa. Dengan demikian qaidah ushuliyyah berfungsi sebagai alat untuk menggali ketentuan hukum yang terdapat dalam bahasa (wahyu) itu.


KATEGORISASI HUKUM ISLAM
1.      Wajib: ialah = suatu pekerjaan yang dirasa akan menenma siksa kalau tidak dikerjakan dan dirasa akan menerima pahala jika dikerjakan. Contoh: menegakkan shalat lima waktu sehari semalam, memelihara janazah.
2.      Wajib ain ialah suatu pekerjaan yang wajib yang tidak terlepas seseorang darl. tuntutan jika dia sendiri tidak menunaikannya, tidak dapat orang lain menggantikannya, seperti: shalat wajib, puasa wajib, zakat, naik haji dan sebagainya. 
3.      Waajib Kifayah atau Fardhu kifayah: ialah suatu pekerjaan yang dimaksud oleh Agama akan ada dan terwujudnya; dengan tidak dipentingkan pada orang yang mengerjakannya. Jika sudah dilaksanakan pekerjaan tersebut, maka terlepaslah semuanya dari tuntutan dan jika tidak ada pelaksanaan maka semuanya yang bertanggung-jawab berdosa dan dituntut. Contoh wajib kifayah: memelihara orang mati, menegakkan peradilan, kehakiman dan sebagainya. 
4.      Mandub atau Sunnat: menurut pengertian fiqih Islam ialah: sebuah anjuran mengerjakan yang sifatnya tidak jazm (pasti), apabila dikerjakan mendapat pahala, namun apabila ditinggalkan tidak berdosa.Contoh: puasa sunnat. Pekerjaan yang mandub sering disebut: marghub fihi (pekerjaan yang disukai) atau mustahab (pekerjaan yang kita suka mengerjakannya) atau tathawwu‘ (pekerjaan yang kita lakukan bukati karena kewajiban tetapi atas kesukaan sendiri). 
5.      Haram: tututan yang pasti untuk meninggalkan sesuatu, apabila dikerjakan oleh seorang mukallaf maka mendapatkan dosa, namun bila ditinggalkan mendapatkan pahala.contoh: mencuri, menipu, makan bangkai dan sebagainya. 
6.      Makruh: yakni sebuah tuntutan yang tidak pasti (tidak jazm) untuk meninggalkan perbuatan tertentu (larangan mengerjakan yang sifatnya tidak pasti), apabila dikerjakan tidak apa-apa, namun bila ditinggalkan akan mendapatkan pahala dan dipuji. 
7.      Mubah: bila dikerjakan atau ditinggalkan tidak apa-apa, tidak mendapatkan pahala atau pun disiksa (sebuah pilihan antara mengerjakan atau tidak). Misalnya, memilih menu makanan dan sebagainya. Contoh mubah: makan pisang goreng, memakai dasi dan sebagainya. 
8.      Sabab: ialah suatu keadaan yang oleh Agama Islam atau oleh Syara` dijadikan pertanda dihadapkannya suatu titah kepada mukallaf, seperti tergelincirnya matahari menjadi sebab diwajibkannya shalat dhuhur. Antara sebab dan hukum yang dihadapkan kepada mukallaf yaitu antara tergelincirnya matahari dengan wajibnya shalat dhuhur samasekali tidak terdapat kecocokan atau kemunasabahan. Apabila antara sabab dan hukum ada pertautan atau kemunasabahan disebut Illat, misalnya: Pembunuhan menjadi sebab adanya qisas. Di sini antara pembunuhan dan qisas terdapat kecocokan atau kemunasabahan. Di sini sebab merupakan illat. Di samping itu pengertian ilIat juga dimaksudkan kemaslahatan atau kemanfaatan yang dipelihara atau diperhatikan, yang karenanya Syara` menyuruh atau mencegah sesuatu pekerjaan, misalnya illat diharamkannya minum khamr sebab. memabukkan. 
9.      Syarat: ialah suatu pekerjaan atau suatu keadaan yang disuruh mengerjakan sebelum mengerjakan suatu pekerjaan yang lain. Contoh : Berwudhu menjadi syarat bagi shalat. Syarat yang demikian ini disebut Syarat Hakiki. Di samping itu ada Syarat Ja`ly artinya syarat yang dibuat oleh orang dengan kata-kata misalnya: Jika si A datang sebelum jam dua belas maka saya jual sepeda ini kepadamu dengan harga yang telah kita setujui.
10.  Rukun: ialah suatu bagian dari suatu pekerjaan yang jika bagian itu tidak terdapat maka pekerjaan tersebut menjadi batal atau rusak, misalnya: membaca takbiratul ihram adalah termasuk rukun shalat, artinya jika shalat dikerjakan tanpa takbiratul ihram maka batallah shalat itu.
11.  Shah: ialah suatu pekerjaan yang telah memenuhi syarat dan rukunnya dan dipandang sudah cukup stha tidak diwajibkan mengulangi lagi, berarti terbebaslah orang yang menerima beban pekerjaan itu dari tuntutan mengerjakan lagi.
12.  Bathal: ialah suatu pekerjaan yang tictax memenuhi syarat atau rukunnya atau di dalam melakukan pekerjaannya itu kedatangan sesuatu hal yang menyebabkan rusaknya rukun atau syarat tersebut, misalnya melakukan shalat sebelum bersuci atau mengerjakan shalat sesudah bersuci tetapi di tengah-tengah shalat lalu kedatangan hal yang menyebabkan rusaknya syarat, yaitu suci misalnya kentut, sehingga sebab sucinya rusak maka rusaklah syaratnya maka menjadi rusaklah shalat itu dan shalatnya menjadi batal. Juga apabila dalam menjalankan shalat tersebut tidak dipenuhi salahsatu rukunnya misalnya tidak membaca takbiratul ihram, maka batallah shalat tersebut.

Rabu, 20 September 2017

TUGAS HUKUM SURAT BERHARGA



 PERTANYAAN
1.     Azas kebebasan berkontrak (psl. 1338 ayat 1) menguraikan “semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” pertanyaannya, bagaimana relasinya pengertian azas kebebasan berkontrak dengan penerbitan surat berharga. Jelaskan!

2.     Kasus dugaan cek kosong.

A.  Jaksa mendakwa terbukti secara sah meyakinkan, ternyata perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana dan atau bukan peristiwa tindak pidana, pertanyannya, menurut pendapat saudara/I berdasarkan KUHAP Hakim akan menjatuhkan vonis/putusan seperti apa?

B. Penyidik mengehentikan penyidikan, dengan menerbitkan SP3, pertanyannya, menurut pendapat saudara/I berdasarkan KUHAP apa yang menjadi dasar alasan menerbitkan SP3?

3.  Bagaimana menurut pendapat saudara/I, apakah surat yang mempunyai harga/nilai dapat diperjual belikan? Dan apa yang menjadi alasan saudara/I tersebut?

4.  Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang antara lain, menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana, pertanyannya,

A.  Menurut pendapat saudara/I berdasarkan KUHAP penyelidik yang menerima laporan/pengaduan tentang adanya penggelapan sertifikat deposito, apakah boleh melakukan penangkapan kepada yang bersangkutan?
B.    Sertifikat deposito karena dapat dipindah tangankan atau diperdagangkan, apakah ada peluang adanya  penggelapan, jelaskan!

JAWABAN 


1.    Sebelum melangkah kepada relasi antara keduanya terlebih dahulu menguraikan apa itu azas kebebasan berkontrak dan surat berharga.

Ø  Azas Kebebasan Berkontrak adalah bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian dikarenakan menganut sistem terbuka. Dapat dikatakan bahwa masyarakat boleh membuat perjanjian berupa dan berisi apa saja seperti suatu undang-undang asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. 
Ø  Penerbitan Surat Berharga ialah sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut, baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut dialihkan.
    Dari kedua pengertian tersebut dapat dikatakan keduanya mempunyai relasi dimana penerbitan surat berharga berfungsi untuk alat pembayaran atau investasi yang didasari oleh adanya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat merupakan perjanjian yang berazaskan kebebasan berkontrak, karena surat berharga berfungsi sebagai surat sanggup membayar atau janji untuk membayar, yang kemudian dikelompokkan berdasarkan jangka waktu hutangnya. 
2.    Menurut saya;

A.  Dalam pemeriksaan disidang pengadilan Hakim tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya  2 alat bukti yang sah sesuai pasal 183 KUHAP. Apabila dalam kasus ini bukan tindakan pidana maka pengadilan atau Hakim melepaskan terdakwa dari jeratan hukum tindak pidana, sesuai dengan pasal 191 ayat 2 KUHAP yang menerangkan bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

B.  Penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam pasal 109 ayat (2) KUHAP yang menerangkan bahwa “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”. Dengan alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam pasal tersebut, yaitu:

1.    Tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.

2.    Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana.

3.    Penghentian penyidikan demi hukum.

3.  Surat yang mempunyai nilai/harga tidak dapat diperjualbelikan, karena Surat ini diterbitkan bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut di dalamnya.

4.    Menurut saya;

A.  Penyelidik diperbolehkan atas tindakan penangkapan dengan atas perintah penyidik sesuai pasal 5 ayat (1) huruf b KUHAP. Dan apabila penyelidikan tertangkap tangan tanpa adanya perintah penyidik maka penyelidik wajib segera melapor kepada penyidik sesuai pasal 102 ayat (2) KUHAP yang menerangkan bahwa “Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf b”. 
B. Sertifikat Deposito dapat digelapkan, seperti pada kasus Nila Nurani (Anggi) Jakarta Barat (18 , ia adalah salah satu pelaku penggelapan sertifikat deposito dengan cara sertifikat disimpan tersangka dan yang diserahkan kepada nasabah adalah bil‎yet (sertifikat) deposito palsu. Tanpa sepengetahuan korban, oleh pelaku merubah jadwal pengambilan menjadi satu bul‎an sekali. Sehingga pelaku ini bisa mencairkan uang nasabahnya dengan leluasa, Caranya, dengan memalsukan tanda tangan nasabah


Featured Post

PENGERTIAN PERIKATAN

  HUKUM PERIKATAN Pengertian Dan Pembatasan Perikatan. Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Bel...