Rabu, 20 September 2017

"TUGAS MAKALAH" PERBANDINGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN NEGARA INDONESIA DAN NEGARA VIETNAM (BAB I)

A.    Latar Belakang

Manusia diciptakan di dunia ini untuk melengkapi satu sama lainnya, dalam hal beribadah, berpasang-pasangan, hingga dalam dunia pekerjaan. Dunia pekerjaan tak lepas kaitannya antara pengusaha dan karyawan atau buruh, keduanya saling keterikatan satu sama lainnya, saling membutuhkan. Pengusaha membutuhkan tenaga kerja dari buruh atau kariawan sedangkan karyawan atau buruh membutuhkan pekerjaan dari pengusaha untuk melanjutkan biaya kehidupannya. 
Buruh merupakan manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada Pemberi Kerja atau pengusaha atau majikan. Buruh sudah menjalar keseluruh dunia, karena dimana ada pengusaha disitu terletak buruh untuk mendapatkan upah
Dalam dunia bisnis tidak serta merta pengusaha memperkerjakan manusia seenaknya, terdapat hukum yang mesti dipatuhi dalam setiap pengusaha dimana hukum yang mengatur antara pengusaha dan buruh atau pekerja terletak pada Undang-Undang  No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenegakerjaan. Hukum Ketenagakerjaan  ialah sekumpulan peraturan yang mengatur tentang hubungan hukum antara pekera/organisasi pekerja dengan majikan atau pengusaha atau organisasi dan pemerintah yang termasuk didalamnya adalah proses-proses dan keputusan yang dikeluarkan untuk merealisasikan hubungan menjadi sebuah kenyataan.
Pada umumnya negara-negara berkembang memiliki tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi dari yang dikeluarkan oleh kepemerintahannya. Sebagai contoh ketenagakerjaan di Indonesia sudah mencapai kondisi yang cukup prihatin dengan jumlah pengangguran yang besar, dengan pendapatan yang relative rendah dan kurang merata. Dibandingkan dengan negara Vietnam Indonesia tertinggal produktifitasnya dari segi sumber daya manusia sampai upah yang didapat oleh buruh Vietnam.
Negara Vietnam adalah sebuah negara partai tunggal. Sebuah konstitusi baru disahkan pada April 1992 menggantikan versi 1975. Peran utama terdahulu partai Komunis disertakan kembali dalam semua organ-organ pemerintah, politik dan masyarakat.Majelis Nasional Vietnam (National Assembly of Vietnam) adalah badan pembuat undang-undang pemerintah yang memegang hak legislatif, terdiri atas 498 anggota. Majelis ini memiliki posisi yang lebih tinggi daripada lembaga eksekutif dan judikatif. Negara Vietnam merupakan salah satu negara yang berkembang pesat dalam perekonomiannya dibandingkan dengan Indonesia dikarenakan Indonesia terlambat memberikan kepastian hukum terkait regulasi dan ketenagakerjaan sebagai modal dasar investasi sector padat karya. 
 Seringkali buruh hanya menjadi kebutuhan sementara bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dan meninggalkanya ketika mereka sudah masuk pada lingkaran kekuasaan. Padahal kalau kita melihat bahwa kalangan industri sangat diuntungkan upah buruh Indonesia yang bisa dibilang sangat murah sekali dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainya. Dengan upah buruh yang relative rendah tersebut dan produktivitas buruh yang sedemikian tinggi, buruh mampu memberikan keuntungan yang besar bagi kalangan dunia usaha atau pengusaha.
 Serikat buruh yang diakui oleh Pemerintahan Vietnam saat ini yakni, Vietnam General Confederation of Labour (VGCL) beranggotakan 5 juta buruh dari seluruh distrik (kota).Serikat buruh inilah yang bergerak dan berjuang bersama anggotanya dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh buruh di Vietnam, mulai dari Upah dan Tunjangan lainnya, Jaminan Sosial, Kontrak Kerja dan perlindungan status kerja. Pola perjuangan serikat buruh di Vietnam hampir sama dengan di Indonesia, yakni dengan konsep sosial dialog (Hak berunding) dan Aksi Mogok Kerja (Hak mogok kerja).
Upah buruh Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain seperti Vietnam. Buruh di Vietnam dibayar lebih rendah dibanding dengan di Indonesia. Namun produktivitas buruh di Vietnam baik satu setengah kali lipat dibanding buruh Indonesia.
Berdasarkan hal-hal diatas yang telah penulis uraikan, maka untuk dapat mengetahui lebih jauh pemahaman tentang Hukum Ketenagakerjaan antara Indonsia dan Vietnam maka perlu untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan membuat makalah yang penulis beri judul; “ Perbandingan Hukum Ketenagakerjaan Negara Indonesia dan Negara Vietnam

B.     Rumusan Masalah

Dalam makalah  ini, sebagai penulis merasa perlu mengungkapkan berbagai hal yang ada kaitannya dengan judul makalah yamg akan dibahas pada BAB II, dimana pada rumusan masalah ini penulis akan membahas permasalahan tentang:
1.    Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
2.    Perbandingan Hukum Ketenagakerjaan Negara Indonesia dan Vietnam

C.    Tujuan

Dalam penulisan makalah ini penulis memberikan permasalahan diatas yang menjadikan tujuan dari makalah ini ialah:
1.    Untuk mengetahui arti dari Ketenagakerjaan
2.    Untuk mengetahui perbandingan tenaga kerja Indonesia dan Vietnam

D.    Manfaat

Berharap hasil dari makalah ini dapat memberikan manfaat baik bersifat teoritis maupun bersifat praktis.
1.    Secara Teoritis
a. Diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dalam Perbandingan Hukum Ketenagakerjaan di Negara Indonesia dan Negara Vietnam
b.    Dapat memahami penerapan dalam Hukum Ketenagakerjaan
c.   Hasil penelitian ini mampu sebagai kaca perbandingan  terhadap mata kuliah terkait dengan Hukum Ketenagakerjaan
2.    Secara Praktis
a.    Dapat mengembangkan kemampuan berfikir penulis dalam menerapkan ilmu yang didapat
b.  Dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan kalangan bisnis pada khususnya, ataupun pihak-pihak lain yang berkepentingan sebagai sumbangan pemikiran dan pemasukan dalam memahami Hukum Ketenagakerjaan dalam perbandingan tenaga kerja Indonesia dan Vietnam.
c.    Dapat mencari jawaban atas masalah yang diteliti

Rabu, 08 Februari 2017

SISTEM PERPAJAKAN




Resume Buku (Pengarang: Dr. Soeparman, SH., MH)


SISTEM PERPAJAKAN
     Sistem Peradilan Pidana telah diperbaharui dengan menggantiundang-undang hukum acara pidana yang termuat dalam Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dengan Kitab Undang-Undang HUkum Acara PIdana (KUHAP) pada tahun 1981. 
Dalam Pidato Kenegaraan Kepresidenan dijelaskan bahwa adanya kenaikan kenaikan pendapatan disektor pajak kecuali pada tahun 1982/1983 terdapat penurunan 0,9% pada penerimaan pajak langsung.[1] Pada tanggal 5 Oktober 1983, mentri Keuangan Radius Prawiro telah menyerahkan Rancangan Undang-undang Pajak Baru kepada DPR. Dalam Pengantarnya Mentri Keuangan mengatakan antara lain[2] Sistem inti dan cara pemungutan. Dalam pidatonya disebut system perpajakan yang ingin dicapai dengan undang-undang perpajakan[3]. Adalah system perpajakan yang berintikan:
1.      Kesederhanaan, yaitu agar Undang-undang perpajakan mudah dilaksanakan baik oleh wajib pajak maupun petugas pajak, sehingga walaupun tarifnya berlaku berdasarkan undang-undang pajak lama, diperkirakan dapat memberikan penerimaan lebih besar kepada Negara. Pajak penghasilan yang terdiri dari tiga lapisan yaitu 15%, 25%, dan 35%. Pajak pendapatan perusahaan mempunyai 10 lapisan tarip, dari 10% sampai 50%. Tercantum pada Undang-undang Nomor 6 tahun 1983.
2.      Pemerataan, yaitu tidak akan dipungut pajak atas anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dalam hal pajak tidak langsung (PPN, PPn BM) lebih banyak dikenakan terhadap mereka yang banyak melakukan pembelian barang-barang.
3.      Kepastian Hukum, bagi para wajib pajak dalam waktu yang ditatapkan harus menyerahkan SPT.
Pada pokoknya system perpajakan Indonesia yang dilandasi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 memiliki ciri dan corak tersendiri. Ciri dan corak tersebut adalah[4]
1.      Bahwa pungutan pajak merupakan perwujudan pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak secara langsung
2.      Tanggung jawab atas kewajiban pelaksana pajak
3.      Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional dalam pembayaran wajib pajak.
Salah satu ciri administrasi perpajakan adalah self assessment, dengan system ini pemerintah memberikan kepercayaan lebih besar kepada anggota wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya[5]
Orang yang menjadi wajib pajak mendaftarkan diri pada Direktorat Jendral Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)[6]. Penghasilan kena pajak yaitu hasil usaha yang harus diperhitungkan /dibayar pajaknya adalah penghasilan bruto dikurangi :
a.       Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan meliputi pembelian bahan, upah dan gaji karyawan, honorarium, bunga, sewa kecuali pajak penghasilan.
b.      Penyusutan atas biaya untuk memperoleh harta berwujud perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 11
c.       Iuran dana pension yang mendapat persetujuan mentri keuangan
d.      Kerugian yang diderita karena penjualan ataupengalihan barang dan/atau dimiliki
e.       Sisa hasil usaha koprasi, kegiatan usahanya dari dan untuk anggota
Pasal 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 menetapkan, pajak wajib dibayar menurut ketentuan Undang-undang tanpa menunggu surat ketetapan Pajak. Waktunya ditetapkan sebagai berikut[7]
a.       Pajak penghasilan karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja, dalam pasal 21 Undang-undang pajak penghasilan 1984, harus disetorkan pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir
b.      Pajak penghasilan yang dipotong dimaksud dalam pasal 23 dan pasal 26 Undang Undang pajak penghasilan 1984
c.       Pajak pertambahan nilai barang dan jasa selambat lambatnya 15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir
d.      Pajak penghasilan dari kegiatan usaha dibidang impor dalam pasal 22 harus dilakukan pada hari itu juga
e.       Pajak penghasilan dari kegiatan usaha dalam pasal 22 disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir
Yang dimaksud adalah apabila jumlah pajak yang dibayar atau jumlahnya penghasilan yang dipotong atau dipungut ternyata lebih besar dari jumlah pajak terhutang. Pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran[8].
Kelebihan tersebut dapat diminta kembali atau diperhitungkan (dikompensasikan) dengan pajak terhutang oleh wajib pajak[9] dengan demikian Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan surat ketetapan kelebihan pajak (SKKPP).
     Pemberian batas waktu dan pemberian bunga bila terjadi kelambatan selain untuk memberikan kepastian hukum dan tertib administrasi, mungkin juga sebagai imbangan antara kewajiban dan hak hak wajib pajak. Pajak masukan menurut pasal 1 butir 1 UU nomor 8 Tahun 1983 adalah PPN yang dibayar oleh pengusaha kena Pajak pada waktu pembelian barang kena pajak, menerima jasa pajak, atau impor barang kena pajak
     Beberapa kasus untuk mendapatkan pengembalian pajak atas ekspor barang dengan dokumen-dokumen ekspor dipalsukan atau dibuat asli tapi palsu baru baru ini berhasil diketahui. Dari uraian diatas itu dapat diketahui bahwa dalam hubungan dengan wajib pajak Direktorat Jendral Pajak setelah melakukan penelitian dan pemeriksaan, menerbitkan[10]:
a.       Surat keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak seperti yang telah diuraikan diatas
b.      Surat pemberitaan, apabila jumlah pajak yang dibayar atau jumlah pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut sama dengan jumlah pajak terhutang. Direktorat Jendral Pajak  dapat mengeluarkan surat ketetapan pajak dan surat ketetapan pajak tambahan berdasarkan pasal 13 UU nomor 6 Tahun 1983.
Seperti undang-undang pajak lama, undang-undang pajak jga menyediakan lembaga keberatan dan banding. Yang dapat diajukan keberatan adalah:
a.       Surat pemberitaan
b.      Surat ketetapan pajak (SKP)
c.       Surat ketetapan pajak tambahan (SKPT)
d.      Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Tenggang waktu untuk mengajukan keberatan diteapkan tiga bulan sejak tanggal surat yang ditetapkan Drektorat Jendral pajak mengenai surat-surat yang disebutkan diatas tadi, sebaliknya Direktorat Jendral Pajak harus memberim keputusan dalam jangka waktu 12 Bulan, apabila tidak maka kberatan yang diajukan wajib pajak dianggap diterima[11]
Mengenai ketentuan pasal 26 Ayat 6 UU No 6 Tahun 1983 pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak. Hal ini ini diikuti oleh pasal 27 ayat 3 UU No. 6 Tahun 1983 menetapkan bahwa pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Secara rinci mengenai kerahasiaan ini diuraikan pada pasal 34 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1983 setiap pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan oleh wajib pajak pada waktu pejabat pajak itu melakukan tugasnya.
Dalam pasal 42 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut bahwa mentri keuangan dapat memberi izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada Bank. Izin tersebut diberikan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana.
Rincian sebagai berikut :
1.      Pelanggaran yang hanya dapat dijatuhi sanksi administrasi saja ini meliputi:
a.       Pasal 19 ayat 1 UU no. 6 Tahun 1983 (Pembayaran pajak terhutang setelah jatuh tempo)
b.      Pasal 13 ayat 1d jo pasal 28 UU No. 6 Tahun 1983 (Pembukuan)
c.       Pasal 15 ayat 1 jo ayat 2 UU No. 6 Tahun 1983 (Wajib pajak diberi Surat Ketetapan pajak Tambahan)
d.      Pasal 3 ayat 4 UU No. 8 Tahun 1983 (Tidak lapor untuk dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak)
e.       Pasal 14 UU No. 8 Tahun 1983 (Bukan pengusaha kena pajak membuat faktur pajak)
2.      Pelanggaran yang dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana meliputi pelanggaran-pelanggaran :
a.       Pasal 38a UU No. 6 Tahun 1983 (Karena kealpaan tidak menyampaikan SPT sanksi administrasinya ditetapkan dalam pasal 7 UU No. 6 Tahun 1983)
b.      Pasal 38a UU No. 6 AThun 1983 (Karena kealpaan menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap) sanksi administrasinya pasal 8 UU no. 6 Tahun 1983
c.       Pasal 39 ayat 1b UU no. 6 Tahun 1983 (dengan sengaja tidak menyampaikan SPT) sanksi administrasi pasal 13 ayat 1b UU No 6 Tahun 1983
3.      Kesalahan wajib pajak yang hanya dikenakan sanksi pidana, meliputi :
a.         Pasal 39 ayat 1a UU No. 1983 (dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan tanpa hak NPP)
b.         Pasal 39 ayat 1c UU No. 6 Tahun 1983 (dengan sengaja menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atai tidak lengkap)
c.         Pasal 39 1f UU No. 6 Tahun 1983  (tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau di pungut)
d.        Pasal 41 UU No. 6 Tahun 1983 (Pembocoran rahasia wajib pajak oleh pajak atau ahli yang diperbantukan)
Ada perbuatan wajib pajak yang hanya dikenakan sanksi administrasi ada yang dikenakan sanksi admnistrasi dan pidana da nada yang dikenakan sanksi pidana saja, mengenai sanksi pidana akan diuraikan dalam bab berikut.





[1] Pada waktu itu, pajak langsung terdiri dari pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak perseroan, dan pajak rumah tangga.


[2] Radius Prawiro, Mentri Keuangan RI. Dalam penjelasan Pemerintah di DPR, tentang Rancangan U&ndang-undang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Ketentuan Umum Perpajakan, Jakarta 05 Oktober 1983.


[3] Yang dimaksud adalah undang-undang nomor 6 Tahun 1983, undang-undang nomor 7 Tahun 1983 dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 yang menggantikan Undang-undang perpajakan sebelumnya.


[4] Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, penjelasan umum butir 3 (tambahan lembaran Negara RI nomor 3262 halaman 101)


[5] Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, penjelasan umum butir 3 (tambahan lembaran Negara RI nomor 3262 halaman 102)


[6] Pasal 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983


[7] Pasal 1 ayat 1 sampai dengan ayat 6 keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 948/KMK.04/1983


[8] Pajak masukan adalah PPN yang dibayar oleh pengusaha kena pajak pada waktu pembelian barang kena pajak


[9] Pasal 11 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 1983 dan pasal 9 ayat 4 UU Nomor 8 Tahun 1983


[10] Pasal 17 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 6 Tahun 1983


[11] Pasal 26 ayat 5 UU No. 1983

Featured Post

PENGERTIAN PERIKATAN

  HUKUM PERIKATAN Pengertian Dan Pembatasan Perikatan. Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Bel...