1. Pengertian
Asuransi
Dalam
Undang-Undang Hukum
Dagang pasal 246 disebutkan:”Asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian, dengan nama seorang penanggung mengikat diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya
karena satu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tak tertentu.
Sedangkan menurut UU No.2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Dari beberapa diatas, dapat diketahui
setidaknya ada tiga unsur yang ada di asuransi. Pertama, bahaya yang
dipertanggungkan; kedua, premi pertanggungan; ketiga sejumlah uang ganti rugi
pertanggungan.
Mayoritas ulama mengatakan bahwa praktik
asuransi yang demikian hukumnya haram menurut Islam, karena:
1) Adanya unsur gharar, yaitu unsur ketidakpastian tentang hak pemegang
polis dan sumber daya yang dipakai menutup klaim.
2) Adanya unsur maysir, yaitu unsur judi karena dimungkinkan ada pihak
yang diuntungkan diatas kerugian orang lain.
3) Adanya unsur riba, yaitu diperolehnya pendapatan dari membungakan.
Asuransi dalam Islam dikenal dengan istilah
takaful yang berarti saling memikul resiko diantara sesama orang , sehingga
antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya.
Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan
dimana masing-masing mengeluarkan dana/sumbangan/derma (tabarru’) yang ditunjuk
untuk menanggung resiko tersebut. Takaful dalam pengertian tersebut sesuai
dengan surah Al Maidah(5):2 “ Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran.”
Asuransi syariah adalah asuransi yang
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002
tentang asuransi syariah, yaitu usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang /pihak melaui investasi dalam bentuk asset/dan
tabarru’/ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Jadi dasar
didirikannya asuransi syariah adalah penghayatan terhadap semangat saling
bertanggung jawab, kerjasama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat , demi terciptanya kesejahteraan umat dan masyarakat umumnya.
Sebagai seorang muslim, kita wajib percaya bahwa segala hal yang terjadi diatas
tidak terlepas dari qadha dan qadhar Allah Swt. terhadap hamba-hambanya. Hal
ini telah dijelaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya yang berbunyi “ Dan tiada seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa yang
diusahakannya esok, dan tiada seorangpun yang mengetahui dibumi mana ia akan
mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS Luqman[31]:34).
2. Macam-Macam
Asuransi
1) Asuransi
ditinjau dari aspek peserta
·
Asuransi Pribadi
·
Asuransi social
2) Asuransi
ditinjau dari bentuknya
·
Asuransi Takaful atau Ta’awun
·
Asuransi Niaga
3) Asuransi
ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan
a. Asuransi
Umum atau Asuransi kerugian
b. Asurasni
Jiwa
·
Asuransi berjangka
·
Asuransi jiwa seumur hidup
·
Asuransi dwiguna
4) Asuransi
ditinjau dari system yang digunakan
·
Asuransi Konvensional
·
Asuransi Syariah
3. Hukum
Asuransi Syariah
Hukum
Asuransi Syari;ah berbeda menurut satu jenis dengan yang lainnya:
Pertama: Asuransi Ta’awun
Untuk asuransi ta’awun diperbolehkan
didalam islam, alasannya adalah sebagai berikut:
a) Termasuk
akad tabarru’ (Sumbangan sukarela)
yang tujuan untuk saling bekerja sama didalam menghadapi marabahaya dan ikut
andhil dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana.
b) Bebas
dari riba, baik riba fadhol, maupun riba nasi’ah, karena memang akadnya tidak ada unsur riba dan premi yang
dikumpulkan anggota tidak dinvestasikan kepada lembaga yang tidak berbau riba
Kedua: Asuransi Sosial
Begitu juga asuransi sosial hukumnya
adalah diperbolehkan dalam islam dengan alasan:
a) Asuransi
sosial ini tidak termasuk dalam akad mu’awadh
(Jual Beli), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu.
b) Asuransi
sosial ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah, adapun yang dibayarkan
setiap orang dihitung sebagai pajak atau iuran.
Ketiga: Asuransi Bisnis dan Niaga
Adapun untuk Asuransi Niaga maka
hukumnya Haram adapun dalilnya
antara lain sebagai berikut:
a) Perjanjian
Asuransi Bisnis ini termasuk kedalam akad kompensasi keuangan yang bersifat
spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak
peserta tidak mengetahui berapa yang harus dibayar dan diterima
b) Perjanjian
bisnis ini termasuk dalam bentuk perjudian, karena mengandung unsur mukhatarah
dalam kompensasi uang, juga mengandung kerugian satu pihak tanpa ada kesalahan
dan tanpa sebab, dan mengandung unsur pengambilan kentungan.
c) Perjanjian
Asuransi bisnis mengandung unsur riba fadhol dan riba nasi’ah sekaligus, karena
jika perusahaan asuransi membayar kompensasi kepada pihak peserta, atau pada
ahli warisnya melebihi dari jumlah uang disebut riba fadhol. Namun jika
perusahaan membayarkan uang asuransi setelah beberapa waktu , maka itu disebut
dengan riba nasi’ah.
4. Aspek-Aspek
Penting Dalam Asuransi Syariah
1.
Konsep
Didalam Al-qur’an terdapat beberapa konsep yang
mendasari asuransi syariah , yaitu adanya anjuran menyiapkan masa depan,
perintah untuk saling tolong menolong dan bekerja sama, melarang riba, melarang
maisir, melarang memakan dengan cara bathil.
2. Asal-Usul
Pada zaman pra islam atau arab kuno dijelaskan bahwa
praktik asuransi syariah yang mirip asuransi jiwa syariah yaitu “Aqilah”.
Apabila ada sesorang yang membunuh suatu keluaga maka keharusan untuk membayar
sejumlah uang kepada keluarga korban dari tersangka.
3. Sumber
Hukum
a) Sumber
Hukum Normatif, Sumber ajaran sekaligus hukum islam adalah Al-Qur’an,
penjelasan, praktik, dan ucapan rosul dari nash disebut dengan sunnah
b) Sumber
Hukum Positif, Undang-undang RI No. 2 Tahun 1992 tentang Asuransi,
Keputusan Mentri
Keuangan No. 422/KMK.06/2003 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi, Keputusan Kementrian Keuangan No. 424/KMK.06/2003
tentang Perizinan usaha dan kelembagaan asuransi, Fatwa DSN No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Fatwa DSN No.
51/DSN-MUI/III/2006 tentang Mudharobah
Mustarakah Pada Asuransi Syari’ah,
Fatwa DSN No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ Pada Asuransi
Syariah.
4. Larangan
Riba, Gharar, dan Maisir
Pendapat rasjid, bahwa riba’: akad yang terjadi
dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut
aturan syara’ atau terlambat menerimanya. Maisir (Perjudian) perbuatan yang dilarang
keras dalam Al-Qur’an dan tidak dibenarkan dalam melakukannya. Asuransi Syariah
agar bebas dari riba, maisir, dan gharar, diperlukan pergantian sistem dan
oprasionalnya.
5. Dewan
Pengawas Syariah
Badan yang ada dilembaga keuangan syariah dalam
bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN Dilembaga keuangan syariah. Dewan
pengurus syariah diangkat melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari
DSN.Adanya DPS berperan sebagaipengawas terhadap perusahaan asuransi syariah
agar menjalankan kegiatannya sesuai fungsi DPS dan menjaga nilai syariah.
6. Akad
Untuk memahami istilah akad penulis meminjam istilah
akad di undang undang perbankan syariah no. 21 tahun 2008, bahwa akad adalah
kesepakatan tertulis antara asuransi syariah atau UUS dan pihak lain yang
memuat adanya hak dan kewajiban masing masing pihak sesuai dengan prinsip
syariah. Kemudian didalam akad tersebut setidaknya dan sekurang kurangnya
menyebutkan:
a) Hak
dan kewajiban peserta dan perusahaan
b) Cara
dan waktu pembayaran premi
c) Jenis
akad tijaroh dan/atau tabarru’ dan syarat-syarat yang disepakati sesuai dengan
akad asuransi yang diakadkan.
7. Risk
Sharing
Hubungan antara
peserta dengan perusahaan di asuransi syariah adalah risk sharing. Risk sharing adalah merupakan saling menanggung
risik, bahwa jika ada seseorang dianta anggota asuransi syariah terkena musibah
maka semua anggota saling menanggung anggota tersebut. Keuangan islam
menggunakan mekanisme risk sharing, termasuk didalamnya asuransi syariah, yaitu
membagi kerugian dan keuntungan.