BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Asuransi
pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang
masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat
diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang anggota dari perkumpulan
tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama. Dalam setiap kehidupan
manusia senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya suatu malapetaka, musibah
dan bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang
baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaannya yang diakibatkan oleh
meninggal dunia, kecelakaan, sakit, ataupun lanjut usia. Kehilangn fungsi dari
pada suatu benda, seperti kecelakaan, kehilangan akan barang dan juga
kebakaran.
Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta
dan keluarga mereka dari akibat musibah. Usaha yang sudah maju dan
menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika kebakaran melanda
tempat usahanya. Keluarga yang terlantar ditinggal pemberi nafkah, dan usaha
yang bangkrut karena kebakaran sebenarnya tidak perlu terjadi kalau saja ada
perlindungan dari asuransi. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah, tapi
setidaknya bisa menanggulangi akibat keuangan yang terjadi.
RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini, sebagai penulis merasa perlu mengungkapkan berbagai hal yang ada
kaitannya dengan judul makalah yamg akan dibahas pada BAB II, dimana pada
rumusan masalah ini penulis akan membahas permasalahan tentang:
1. Apa pengertian
asuransi syariah ?
2. Macam-macam
Asuransi
3. Hukum
Asuransi Syariah
4. Aspek-aspek Penting Dalam
Asuransi Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN ASURANSI
Definisi
Asuransi menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 2 Tahun 1992 tentang
usaha perasuransian Bab 1. Pasal 1 : “Asuransi atau Pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan “.
Sedangkan
ruang lingkup usaha Asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun
dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, memberi perlindungan kepada
anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya
kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau
meninggalnya seseorang.
Menurut
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No.
/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian pertama
menyebutkan bahwa Asuransi adalah Suatu usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset
dan atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad atau
perikatan yang sesuai dengan syariah.
Dalam
Fatwa DSN-MUI No. 2/DSN-MUI/X/2001 berisikan pedoman Umum Asuransi Syariah.
1. Pertama
: Ketentuan Umum
Asuransi
Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah Suatu usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui
akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
2. Akad
yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point pertama adalah yang tidak
mengandng Gharar (Penipuan), Maysir (perjudian), Riba, Zhulm, Riswah (Suap), barang haram dan maksiat.
3. Akad
tijaroh adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial
4. Akad
tabarru’ adlah semua bentuk akad yang
dilakukan dengan tujuan kebajukan dan tolong menolong, bukan semata untuk
tujuan kkomersial.
5. Premi
adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada
perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad
6. Klaim
adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
MACAM - MACAM ASURANSI SYARIAH
Para Ahli berbeda pendapat didalam
menyebutkan jenis-jenis asuransi, dalam tulisan ini akan disebutkan dari
berbagai aspek
1. Asuransi
ditinjau dari aspek peserta
a) Asuransi
Pribadi (Ta’min Fardi) yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk
menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk
asuransi, selain asuransi sosial.
b) Asuransi
Sosial (Ta’min Ijtima’i) yaitu asuransi yang diberikan kepada komunitas
tertentu, seperti pegawai negri sipil, anggota ABRI, orang orang yang sudah
pensiun, dan orang orang tidak mampu dan lain sebagainya.
2. Asuransi
ditinja dari bentuknya
Jika
dilihat dari bentuknya, maka asuransi syari’ah dikelompokan menjadi dua, yaitu
:
a) Asuransi
Takaful atau Ta’awun. (at Ta’min at Ta’awuni)
b) Asuransi
Niaga (At Ta’min at Tijari) ini mencakup : Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.
3. Asuransi
ditinjau dario aspek pertanggungan atau objek yang dipertanggungkan
a) Asuransi
Umum atau Asuransi Kerugian: Asuransi
yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang
atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap
pertanggungan ini diadakan.
b) Asuransi
Jiwa (Ta’min Al Askhas): Sebuh janji dari sebuah perusahaan asuransi kepada
nasabahnya bahwa apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya,
maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan dengan jumlah tertentu kepada
ahli waris dari nasabah tersebut.
Asuransi Jiwa biasanya
mempunyai tiga bentuk yaitu : 1. Asuransi Berjangka (Term Assurance), 2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life
Assurance), 3. Asuransi Dwiguna (Endownment Assurance)
4. Asuransi
ditinjau dari sistem yang digunakan
5. Jika
ditinjau dari sistem yang digunakan, maka aktivitas asuransi dapat dioprasional
secara:
a) Asuransi
Konvensional
b) Asuransi
Syari’ah adlah suatu pengaturan pengolalan resiko yang memenuhi ketentuan syari’ah,
tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator.
HUKUM ASURANSI SYARIAH
Pertama: Asuransi
Ta’awun
Untuk asuransi ta’awun diperbolehkan
didalam islam, alasannya adalah sebagai berikut:
a) Termasuk
akad tabarru’ (Sumbangan sukarela)
yang tujuan untuk saling bekerja sama didalam menghadapi marabahaya dan ikut
andhil dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana.
b) Bebas
dari riba, baik riba fadhol, maupun riba nasi’ah, karena memang akadnya tidak ada unsur riba dan premi yang
dikumpulkan anggota tidak dinvestasikan kepada lembaga yang tidak berbau riba
Kedua: Asuransi Sosial
Begitu juga asuransi sosial hukumnya
adalah diperbolehkan dalam islam dengan alasan:
a) Asuransi
sosial ini tidak termasuk dalam akad mu’awadh
(Jual Beli), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu.
b) Asuransi
sosial ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah, adapun yang dibayarkan
setiap orang dihitung sebagai pajak atau iuran.
Ketiga: Asuransi Bisnis
dan Niaga
Adapun untuk Asuransi Niaga maka
hukumnya Haram adapun dalilnya
antara lain sebagai berikut:
a) Perjanjian
Asuransi Bisnis ini termasuk kedalam akad kompensasi keuangan yang bersifat
spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak
peserta tidak mengetahui berapa yang harus dibayar dan diterima
b) Perjanjian
bisnis ini termasuk dalam bentuk perjudian, karena mengandung unsur mukhatarah
dalam kompensasi uang, juga mengandung kerugian satu pihak tanpa ada kesalahan
dan tanpa sebab, dan mengandung unsur pengambilan kentungan.
c) Perjanjian
Asuransi bisnis mengandung unsur riba fadhol dan riba nasi’ah sekaligus, karena
jika perusahaan asuransi membayar kompensasi kepada pihak peserta, atau pada
ahli warisnya melebihi dari jumlah uang disebut riba fadhol. Namun jika
perusahaan membayarkan uang asuransi setelah beberapa waktu , maka itu disebut
dengan riba nasi’ah.
ASPEK ASPEK PENTING DALAM ASURANSI SYARIAH
1.
Konsep
Didalam Al-qur’an terdapat beberapa
konsep yang mendasari asuransi syariah , yaitu adanya anjuran menyiapkan masa
depan, perintah untuk saling tolong menolong dan bekerja sama, melarang riba,
melarang maisir, melarang memakan dengan cara bathil.
2. Asal-Usul
Pada zaman pra islam atau arab kuno
dijelaskan bahwa praktik asuransi syariah yang mirip asuransi jiwa syariah
yaitu “Aqilah”. Apabila ada sesorang yang membunuh suatu keluaga maka keharusan
untuk membayar sejumlah uang kepada keluarga korban dari tersangka.
3. Sumber
Hukum
a) Sumber
Hukum Normatif, Sumber ajaran sekaligus hukum islam adalah Al-Qur’an,
penjelasan, praktik, dan ucapan rosul dari nash disebut dengan sunnah
b) Sumber
Hukum Positif, Undang-undang RI No. 2 Tahun 1992 tentang Asuransi,
Keputusan Mentri
Keuangan No. 422/KMK.06/2003 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi, Keputusan Kementrian Keuangan No. 424/KMK.06/2003
tentang Perizinan usaha dan kelembagaan asuransi, Fatwa DSN No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Fatwa DSN No. 51/DSN-MUI/III/2006
tentang Mudharobah Mustarakah Pada
Asuransi Syari’ah, Fatwa DSN No.
53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ Pada Asuransi Syariah.
4. Larangan
Riba, Gharar, dan Maisir
Pendapat rasjid, bahwa riba’: akad yang
terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya
menurut aturan syara’ atau terlambat menerimanya. Maisir (Perjudian) perbuatan
yang dilarang keras dalam Al-Qur’an dan tidak dibenarkan dalam melakukannya.
Asuransi Syariah agar bebas dari riba, maisir, dan gharar, diperlukan
pergantian sistem dan oprasionalnya.
5. Dewan
Pengawas Syariah
Badan yang ada dilembaga keuangan
syariah dalam bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN Dilembaga keuangan
syariah. Dewan pengurus syariah diangkat melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi
dari DSN.Adanya DPS berperan sebagaipengawas terhadap perusahaan asuransi
syariah agar menjalankan kegiatannya sesuai fungsi DPS dan menjaga nilai
syariah.
6. Akad
Untuk memahami istilah akad penulis
meminjam istilah akad di undang undang perbankan syariah no. 21 tahun 2008,
bahwa akad adalah kesepakatan tertulis antara asuransi syariah atau UUS dan
pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban masing masing pihak sesuai
dengan prinsip syariah. Kemudian didalam akad tersebut setidaknya dan sekurang
kurangnya menyebutkan:
a) Hak
dan kewajiban peserta dan perusahaan
b) Cara
dan waktu pembayaran premi
c) Jenis
akad tijaroh dan/atau tabarru’ dan syarat-syarat yang disepakati sesuai dengan
akad asuransi yang diakadkan.
7. Risk
Sharing
Hubungan antara peserta dengan
perusahaan di asuransi syariah adalah risk
sharing. Risk sharing adalah merupakan saling menanggung risik, bahwa jika
ada seseorang dianta anggota asuransi syariah terkena musibah maka semua
anggota saling menanggung anggota tersebut. Keuangan islam menggunakan
mekanisme risk sharing, termasuk didalamnya asuransi syariah, yaitu membagi
kerugian dan keuntungan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Asuransi syariah
adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan beban keuangan
individu dan menghindari kesulitan pembiayaan, yang dilakukan dengan tata cara
syariah tanpa adanya unsur riba, gharar dan maysir, menggunakan prinsip-prinsip
asuransi syariah yang bertujuan untuk kebaikan dan kesejahteraan umat muslim
khususnya dan masyarakat pada umumnya yang semata-mata dilakukan untuk saling
meringankan beban dengan niat ikhlas dan hanya mengharap kesejahteraan umat dan
ridha Allah Swt.
Asuaransi Syariah kini
dapat kita temui diberbagai daerah dengan istilah Takaful. Asuransi syariah ini
telah mengeluarkan berbagai macam produk asuransi yang dapat digunakan oleh
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ghufron, Sofiniyah (penyunting). 2005. Sistem Operasional Asuransi Syariah.
Renaisan: Jakarta.
Kasmir. 2002. Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya: PT Raja GRafindo Persada: Jakarta.
Lubis, Suhrawardi.
2004. Hukum Ekonomi Islam. Sinar
Grafika: Jakarta.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.
Ekonosia: Yogyakarta.